THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Rabu, 16 September 2009

Lirik Lagu Repoeblic Patah Hati (RPH) - Dosa

Reff:
Pantaskah aku ini
Jadi penghuni surga
Sedangkan ku banyak dosa

Oh ya Tuhanku
Ku bersujud pada-Mu
Terimalah tobatku

Tlah banyak dosa
Ku lakukan di dunia
Mampukah membayarnya

Back to Reff: 2x

Aku pun mengakui
Nafsu dunia menguasai
Dan setan jadi teman
Sepanjang hidupku
Hancurkanku

Oh ya Tuhanku
Ku bersujud pada-Mu
Terimalah tobatku

Back to Reff: 2x

Dan jika nanti
Aku mati
Ku tak mau
Jadi penghuni
Yang hina di nerakamu

Oh ya Tuhanku
Ku bersujud pada-Mu
Terimalah tobatku

Back to Reff: 3x

Kamis, 18 Juni 2009

Gas alam

Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4). Ia dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya dengan metana diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-bahan organik selain dari fosil, maka ia disebut biogas. Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah, serta penampungan kotoran manusia dan hewan.

Komposisi kimia

Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.

Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara berturut-turut).

Komponen %
Metana (CH4) 80-95
Etana (C2H6) 5-15
Propana (C3H8) and Butane (C4H10) <>

Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya.

Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga sebagai "acid gas (gas asam)". Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, akan tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena ia dapat mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat membahayakan.

Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang jika tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan. Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah antara 5% hingga 15%.

Ledakan untuk gas alam terkompresi di kendaraan, umumnya tidak mengkhawatirkan karena sifatnya yang lebih ringan, dan konsentrasi yang diluar rentang 5 - 15% yang dapat menimbulkan ledakan.

Kandungan energi

Pembakaran satu meter kubik gas alam komersial menghasilkan 38 MJ (10.6 kWh).

Peyimpanan dan transportasi gas alam

Polyethylene gas main being laid in a trench.

Metode penyimpanan gas alam dilakukan dengan "Natural Gas Underground Storage", yakni suatu ruangan raksasa di bawah tanah yang lazim disebut sebagai "salt dome" yakni kubah-kubah dibawah tanah yang terjadi dari reservoir sumber-sumber gas alam yang telah depleted. Hal ini sangat tepat untuk negeri 4 musim. Pada musim panas saat pemakaian gas untuk pemanas jauh berkurang (low demand), gas alam diinjeksikan melalui kompresor-kompresor gas kedalam kubah didalam tanah tersebut. Pada musim dingin, dimana terjadi kebutuhan yang sangat signifikan, gas alam yang disimpan didalam kubah bawah tanah dikeluarkan untuk disalurkan kepada konsumen yang membutuhkan. Bagi perusahaan (operator) penyedia gas alam, cara ini sangat membantu untuk menjaga stabilitas operasional pasokan gas alam melalui jaringan pipa gas alam.

Pada dasarnya sistem transportasi gas alam meliputi :

  • Transportasi melalui pipa salur.
  • Transportasi dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) dengan kapal tanker LNG untuk pengangkutan jarak jauh.
  • Transportasi dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG), baik didaratan dengan road tanker maupun dengan kapal tanker CNG di laut, untuk jarak dekat dan menengah (antar pulau).

Di Indonesia, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Hilir Migas) telah menyusun Master Plan "Sistem Jaringan Induk Transmisi Gas Nasional Terpadu". Dalam waktu yang tidak lama lagi sistem jaringan pipa gas alam akan membentang sambung menyambung dari Nang roe Aceh Darussalam-Sumatera Utara-Sumatera Tengah-Sumatera Selatan-Jawa-Sulawesi dan Kalimantan. Saat ini jaringan pipa gas di Indonesia dimiliki oleh PERTAMINA dan PGN dan masih terlokalisir terpisah-pisah pada daerah-daerah tertentu, misalnya di Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

Carrier LNG dapat digunakan untuk mentransportasi gas alam cair (liquefied natural gas, LNG) menyebrangi samudra, sedangkan truk tangki dapat membawa gasa alam cair atau gas alam terkompresi (compressed natural gas, CNG) dalam jarak dekat. Mereka dapat mentransportasi gas alam secara langsung ke pengguna-akhir atau ke titik distribusi, seperti jalur pipa untuk transportasi lebih lanjut. Hal ini masih membutuhkan biaya yang besar untuk fasilitas tambahan untuk pencairan gas atau kompresi di titik produksi, dan penggasan atau dekompresi di titik pengguna-akhir atau ke jalur pipa.

Pemanfaatan Gas Alam

Secara garis besar pemanfaatan gas alam dibagi atas 3 kelompok yaitu :

  • Gas alam sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG/NGV), sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel, restoran dan sebagainya.
  • Gas alam sebagai bahan baku, antara lain bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, metanol, bahan baku plastik (LDPE = low density polyethylene, LLDPE = linear low density polyethylene, HDPE = high density polyethylen, PE= poly ethylene, PVC=poly vinyl chloride, C3 dan C4-nya untuk LPG, CO2-nya untuk soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan buatan, industri besi tuang, pengelasan dan bahan pemadam api ringan.
  • Gas alam sebagai komoditas energi untuk ekspor, yakni Liquefied Natural Gas (LNG.

Teknologi mutakhir juga telah dapat memanfaatkan gas alam untuk air conditioner (AC=penyejuk udara), seperti yang digunakan di bandara Bangkok, Thailand dan beberapa bangunan gedung perguruan tinggi di Australia.

Gas alam di Indonesia

Pemanfaatan gas alam di Indonesia dimulai pada tahun 1960-an dimana produksi gas alam dari ladang gas alam PT Stanvac Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan dikirim melalui pipa gas ke pabrik pupuk Pusri IA, PT Pupuk Sriwidjaja di Palembang. Perkembangan pemanfaatan gas alam di Indonesia meningkat pesat sejak tahun 1974, dimana PERTAMINA mulai memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di Prabumulih, Sumatera Selatan ke pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan Pusri IV di Palembang. Karena sudah terlalu tua dan tidak efisien, pada tahun 1993 Pusri IA ditutup,dan digantikan oleh Pusri IB yang dibangun oleh putera-puteri bangsa Indonesia sendiri. Pada masa itu Pusri IB merupakan pabrik pupuk paling modern di kawasan Asia, karena menggunakan teknologi tinggi. Di Jawa Barat, pada waktu yang bersamaan, 1974, PERTAMINA juga memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai (off shore) laut Jawa dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk dan industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon Banten. Pipa gas alam yang membentang dari kawasan Cirebon menuju Cilegon, Banten memasok gas alam antara lain ke pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik keramik, pabrik baja dan pembangkit listrik tenaga gas dan uap.

Selain untuk kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas)

Salah satu daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia adalah Nanggröe Aceh Darussalam. Sumber gas alam yang terdapat di di daerah Kota Lhokseumawe dikelola oleh PT Arun NGL Company. Gas alam telah diproduksikan sejak tahun 1979 dan diekspor ke Jepang dan Korea Selatan. Selain itu di Krueng Geukuh, Nanggröe Aceh Barôh (kabupaten Aceh Utara) juga terdapat PT Pupuk Iskandar Muda pabrik pupuk urea, dengan bahan baku dari gas alam.

Cadangan gas dunia

Total cadangan dunia (yang sudah dikonfirmasi) adalah 6,112 triliun kaki persegi. Daftar 20 besar negara dengan cadangan gas terbesar dalam satuan triliun kaki persegi (trillion cu ft) adalah:[1]

  1. Rusia =1,680
  2. Iran =971
  3. Qatar =911
  4. Arab Saudi =241
  5. United Arab Emirates =214
  6. Amerika Serikat =193
  7. Nigeria =185
  8. Aljazair =161
  9. Venezuela =151
  10. Irak =112
  11. Indonesia =98
  12. Norwegia =84
  13. Malaysia =75
  14. Turkmenistan =71
  15. Uzbekistan =66
  16. Kazakhstan =65
  17. Belanda =62
  18. Mesir =59
  19. Kanada =57
  20. Kuwait =56

Total cadangan 20 negara diatas adalah 5,510 triliun kaki persegi dan total cadangan negara-negara diluar 20 besar diatas adalah 602 triliun kaki persegi.

Produksi gas alam dunia, warna coklat adalah produksi terbesar, diikuti warna merah

Daftar ladang gas terbesar dalam satuan (*109 m³):

  1. Asalouyeh, South Pars Gas Field (10000 - 15000)
  2. Urengoy gas field (10000)
  3. Shtokman field (3200)
  4. Karachaganak field, Kazakhstan (1800)
  5. Slochteren (1500)
  6. Troll (1325)
  7. Greater Gorgon (1100)
  8. Shah Deniz gas field (800)
  9. Tangguh gas field , Indonesia (500)
  10. Sakhalin-I (485)
  11. Ormen Lange (400)
  12. Jonah Field (300)
  13. Snøhvit (140)
  14. Barnett Shale (60 - 900)
  15. Maui gas field (?)

Penanganan Limbah B3


Hazardous Material Container
Hazardous Material Container

Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.

Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.

Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.

Secured Landfill
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3.

Pembuangan Limbah B3 (Disposal)

Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill clay liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.

Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.

Deep Injection Well
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.

Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.

Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.

Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.

Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:

  1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.
  2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.

Referensi: Pengelolaan Limbah Industri – Prof. Tjandra Setiadi, Wikipedia, US EPA

http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-limbah-b3/

limbah B3


Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

  • Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
  • Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
  • Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
  • Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).

Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.

Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

  • jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
  • jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
  • pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya
  • peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi standar

Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.

  1. Chemical Conditioning
    Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
    • menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
    • mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
    • mendestruksi organisme patogen
    • memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
    • mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

    Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

    1. Concentration thickening
      Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
    2. Treatment, stabilization, and conditioning
      Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
    3. De-watering and drying
      De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
    4. Disposal
      Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
  2. Solidification/Stabilization
    Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
    1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
    2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
    3. Precipitation
    4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
    5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
    6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

    Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

  3. Incineration
    Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

    Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

SISTEM PEMUTAR (ROTATING SISTEM)

1. TEORI DASAR


Fungsi utama sistem pemutar adalah untuk memutar rangkaian pipa bor dan memberikan beban (beratan) pada bagian atas dari pahat selama operasi pemboran berkangsung. Selain itu peralatan putar juga berfungsi untuk menggantungkan rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang dipasang (dimasukkan) pada rotary table ketika disambung atau melepas bagian-bagian drill pipe.

Sistem pemutar ini terdiri dari tiga sub komponen utama, yaitu :
1. Peralatan putar (rotary assembly)
2. Rangkaian pipa bor
3. Mata bor atau pahat (bit)

2. PERALATAN PUTAR

Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan diatas lubang. Peralatan putar terdiri dari Meja putar, Master bushing, Kelly bushing, dan Rotary Slip.

a. Meja putar

Meja putar (rotary table) berfungsi untuk :

• Meneruskan gaya putar dari drawwork ke rangkaian pipa bor melalui kelly bushing dan kelly.
• Menahan pipa bor dalam lubang pada saat penyambungan atau pelepasan pipa bor dilakukan.
Tenaga dari prime mover disalurkan ke rotary table dengan dua cara, yaitu :
• Dengan menggunakan rantai melalui drawwork.
• Langsung dari prime mover dengan belt.

b. Master bushing

Master bushing merupakan bagian dari rotary table yang berfungsi sebagai kedudukan kelly bushing atau rotary slip.

c. Kelly bushing

Kelly bushing berfungsi untuk meneruskan tenaga putardari rotary table ke rangkaian pipa bor selama operasi pemboran berlangsung.

d. Rotary Slip

Rotary slip akan berfungsi sebagai penggantung rangkaian pipa bor pada saat dilakukan penyambungan ataupun pelepasan bagian rangkaian pipa bor. Pemasangannya dilakukan dengan cara memasukkannya ke dalam master bushing.

http://m-darajat.blogspot.com/2009/05/sistem-pemutar-rotating-sistem.html

Lirik lagu Begitu Indah - Padi


Bila cinta menggugah rasa
Begitu indah mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku
Hapuskan semua gelisah

Duhai cintaku duhai pujaanku
Datang padaku tetap di sampingku
Kuingin hidupku
Selalu dalam peluknya

Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karena dia karena dia begitu indah

Duhai cintaku pujaan hatiku
Peluk diriku dekaplah jiwaku
Bawa ragaku
Melayang memeluk bintang

Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karena dia karena dia begitu indah

Rabu, 17 Juni 2009

Mekanisme Pendorong Reservoir

Minyak bumi tidak mungkin mengalir sendiri dari reservoir ke lubang sumur produksi bila tidak terdapat suatu energi yang mendorongnya. Hampir sebagian besar reservoir minyak memiliki energi pendorong yang berbeda-beda untuk memproduksikan suatu reservoir. Dengan turunnya tekanan pada reservoir minyak dapat mempengaruhi besarnya tenaga pendorong pada reservoir tersebut yang berperan pada pergerakan minyak mula-mula pada media berpori.

3.1. Kompaksi Batuan
Tenaga ini berasal dari beban overburden batuan di atas dan selalu berubah akibat diproduksikannya fluida (minyak) dari reservoir tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 8 yang memperlihatkan pengaruh kompaksi batuan terhadap fluida yang berada didalamnya.
image

3.2. Graviti Drive
Gejala alam yang mempengaruhi fluida formasi yang menyebabkan terjadinya pemisahan akibat perbedaan berat jenis dari fluida reservoir. Gambar 9. menggambarkan pengaruh grafitasi terhadap kelakuan fluida yang mana pada fluida yang mempunyai densitas yang lebih besar akan bermigrasi kebagian bawah struktur reservoir sedangkan fluida yang mempunyai densitas yang lebih kecil akan bermigrasi kebagian atas reservoir.
image
3.3. Water Drive
Jika air berada dibawah zona minyak pada suatu reservoir, maka dengan tekanan yang dimiliki oleh air ini akan membantu minyak bergerak keatas. Jika minyak dieksploitasi, tekanan direservoir akan dijaga (mainteained) oleh gaya hidrostatik air yang masuk menggantikan minyak yang telah terproduksi. Energi ini dihasilkan oleh air (aquifer) yang berada pada kondisi bertekanan. Pada umumnya reservoir minyak dan gas berasosiasi dengan aquifer. Dengan merembesnya air ke reservoir sehingga menjadi suatu tenaga pendorong yang biasa disebut dengan water drive.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 10. yang memperlihatkan proses pendorongan air terhadap minyak.
image
Reservoir berpendorong air memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Penurunan tekanan reservoir relative kecil
2. GOR permukaan rendah
3. Produksi air mula-mula sedikit kemudian bertambah banyak karena minyak didorong oleh air

3.4. Solution Gas Drive
Solution gas drive atau depletion gas drive adalah mekanisme pendorong yang berasal dari ekspansi larutan gas yang berada dalam minyak dan pendesakan terjadi akibat berkurangnya tekanan. Setelah terjadi penurunan tekanan pada dasar sumur, maka gas yang terlarut dalam minyak akan bebas keluar sebagai gelembung-gelembung yang tersebar merata dan merupakan fasa yang terdispersi yang tidak kontinu sehingga mencapai saturasi minimum. Setelah seluruh gas tergabung dan mencapai saturasi kritik, maka gas akan mulai bergerak. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 11.

image
Reservoir jenis pendorong solution gas drive mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Tekanan reservoir turun secara cepat dan kontinu
2. Perbandingan komulatif produksi gas (Gp) dengan komulatif produksi minyak (Np) meningkat dengan cepat (GOR) meningkat
3. Produksi air hampir tidak ada (relatif sangat kecil)

3.5. Gas Cap Drive
Energi alamiah ini berasal dari dua sumber yaitu ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut kemudian melepaskan diri. Adanya gas cap dalam reservoir antara lain disebabkan oleh adanya pemisahan secara gravitasi dari minyak dan fasa gas bebas dibawah tekanan titik gelembung. Karena tekanan reservoir berada dibawah tekanan gelembung maka komponen hidrokarbon ringan akan terbebaskan dari fasa cairnya dan membentuk fasa gas. Penurunan tekanan secara kontinu akan membebaskan gas lebih banyak lagi dan akan membentuk gas cap pada bagian atas dari minyak. Hal tersebut akan menyebabkan terdorongnya minyak karena pengembangan dari gas cap akibat penurunan tekanan secara kontinu. Gamabar 12. memperlihatkan proses pendorongan gas cap terhadap minyak.
image
Reservoir gas cap drive mempunyai cirri-ciri sebagai sebagai berikut :
1. Tekanan reservoir turun perlahan-lahan dan kontinu
2. Kenaikan GOR sejalan dengan pergerakan permukaan minyak dengan gas kearah bawah (meningkat secara kontinu)
3. Produksi air hampir tidak ada (relative kecil)

3.6. Combination Drive
Mekanisme pendorong dari tipe ini adalah kombinasi dari beberapa tipe pendorong yang telah dijelaskan sebelumnya. Combination drive yang paling umum adalah kombinasi antara gas cap drive dan water drive. Hal ini dapat dilihat pada gambar 13. dibawah.

image
4. Jenis-Jenis Reservoir
Jika terjadi suatu retakan atau perekahan pada batuan induk (source rock) maka minyak dan gas akan mengalami migrasi keluar yang biasa disebut dengan migrasi primer. Setelah itu minyak dan gas bumi akan bermigrasi terus sampai terjebak didalam suatu wadah yang tidak bisa dilalui oleh minyak dan gas, yang biasa disebut dengan reservoir.

Reservoir adalah suatu tempat berkumpulnya minyak dan gas bumi. Dalam hal ini akan dibahas jenis reservoir jenuh dan reservoir tidak jenuh.
4.1. Reservoir Jenuh
Reservoir jenuh (saturated) biasanya mengandung hidrokarbon dalam bentuk minyak yang dijenuhi oleh gas terlarut dan dalam bentuk gas bebas yang terakumulasi membentuk gas cap. Bila minyak dan gas diproduksikan, kemungkinan akan ada air yang ikut terproduksi, tekanan reservoir akan turun. Dengan turunnya tekanan reservoir, maka volume gas yang membentuk gas cap akan mengembang dan merupakan pendorong keluarnya fluida dari dalam reservoir. Selain pengembangan volume gas cap dan pembebasan gas terlarut, mungkin juga terjadi perembesan air kedalam reservoir.

4.2. Reservoir Tidak Jenuh
Reservoir tidak jenuh (under saturated) pada keadaan mula-mula tidak terdapat gas bebas yang terakumulasi membentuk gas cap. Apabila reservoir diproduksikan, maka gas akan mengalamai pengembangan yang menyebabkan bertambahnya volume minyak. Pada saat tekanan reservoir mencapai tekanan bubble point maka gas akan keluar dari minyak.

About Me

Foto saya
FaTni tu sesosok mahluk baeq,maniz,muTz,luChu,,rajin(rajin makan tidur,nonton,,bantuin mama,),,pinter,,menyenangkan,,,enak dipandang,cinta mama,papa dan keluarga terutama adikku satu-satunya(nu ganteng tea tiada tara wira...),,bercita-cita uTk putih Wlw tak mngkin,,,Slalu ceria,,,dan bahagya...narsiS.... narsis g jadi dosa klo jarang mah.. nah fatni termasuk manusia yang jarang narsis.. rendah ati dgn kta lain demikianlah.. Sok atuh yang mawu liat2 blog fatni.. da saia mah riDho...Ikhlas.. Sok ajjjjaaaa... CoZ Blog ini dibuat agar dapat berManfaat bagi sapa za yag butuh.. terutama wat nilai komputer.... seMoga pak beDol dibukakan pintu hatinya biar nilai fatni bagUzzz..Aaaamin...